Sabtu, 27 November 2010

HARAPAN UNTUK BANGKIT


Gadis kecil berusia tiga tahun itu berlari sambil mendekap sebuah bola yang kotor, ia tersenyum, kadang tertawa, berlari kian kemari sambil mendekap bola itu erat-erat, karena sedang bermain barsama ayahnya di tempat pengungsian SMA St. Michael Sleman-Yogyakarta. Keakraban kedua insan ini mau menggambarkan betapa indahnya suasana yang sedang mereka alami. Inilah fenomena yang terjadi di lokasi pengungsian yang berjarak kira-kira 20 Km dari puncak Merapi.

Hari ini, ketika fajar mulai menghalau kegelapan dunia, sebuah nada dering SMS membangunkanku dari tidur, coba kubaca SMS itu dengan mata yang masih berat, saya mengira itu pengumuman dari kampus yg menyatakan bahwa hari ini tidak ada perkuliahan karena dosen yang seorang direktur utama salah satu televesi swasta itu berhalangan hadir.

“Teman-teman yang tertarik ikut jadi relawan pendampingan anak, nanti kumpul di pondok Beringin Soekarno kampus USD, jam 14.00 WIB. Mohon konfirmasi.” Demikian teks SMS itu. Jiwaku ikut terbangun, ku rancang rencana hari ini. Ku balas SMS itu yang menyatakan kesediaanku untuk bergabung dalam kegiatan solidaritas ini.

Tiga puluh menit waktu yang kami perlukan untuk sampai di lokasi pengungsian. Kami disambut oleh seorang suster di pintu gerbang. Dengan keramahannya ia menyapa kami dan meminta maaf karena ruang kelas tidak bisa digunakan karena akan digunakan untuk persiapan ujian minggu depan.

Pondokan kantin yang tidak terlalu luas, kami gunakan untuk mengajar anak-anak pengungsi itu, sebagian lagi mengambil tikar yang digunakan sebagai alas di lapangan terbuka. Semangat mereka sebagai seorang anak kecil mendominasi kegiatan mereka sore itu. Tawa, canda, teriakan kesukaan dan ekspresi mereka menunjukkan betapa gembiranya mereka dengan aktivitas itu. Kreatifitas mereka ikut bermain bersamaan dengan tarian tangan-tangan kecil itu menyusun balok-balok kecil untuk membentuk sesuatu yang nantinya mereka terangkan sendiri apa yang mereka buat. Sebagian lagi bermain dengan kertas dan melipatnya menjadi suatu bentuk yang unik.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengusir rasa bosan mereka di pengungsian dan mengganti waktu belajar anak-anak yang sedang mengungsi karena sekolahnya diliburkan untuk sementara akibat letusan gunung itu. Sayang sekali, waktu terasa sangat singkat untuk mereka, dan kami harus pulang meninggalkan mereka. Bergulat kembali dengan tugas-tugas kami sebagai mahasiswa.

Karena takut bola yang didekapnya diambil oleh sang ayah, ia berlari sekencang-kencangnya, namun karena kurangnya keseimbangan, gadis kecil itu terjatuh bersamaan dengan bola dalam dekapannya. Namun ia tidak menyerah. Ia bangkit kembali, memungut bola itu dan terus berlari....

“Be Brother For All”
Sleman, Jumat, 19 November 2010.
Herkulanus Pongkot


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More